Senin, 29 Desember 2014

UU 17 Tahun 2012 Bikin Koperasi Hilang Jati Diri

UU 17 Tahun 2012 Bikin Koperasi Hilang Jati Diri  
Peternak menyetor susu hasil perahan mereka di tempat pelayanan koperasi (TPK) KUD Dadi Jaya di Desa Pucangsari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Peternak mengeluhkan rendahnya harga beli susu yang hanya Rp 3.800/liter. TEMPO/Abdi Purmono

TEMPO.COJakarta - Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Revrisond Baswir, menilai Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian mendorong koperasi menjadi lebih kapitalis. Dalam undang-undang ini, hubungan keanggotaan koperasi menjadi tertutup dan bersifat jual-beli semata.

"Benar yang dibilang Mahkamah Konstitusi, (akibat UU 17 Tahun 2012) koperasi hilang roh dan tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945," kata Revrisond saat dihubungi Tempo, Kamis, 29 Mei 2014. Ia menanggapi putusan MK yang membatalkan beberapa pasal dalam UU 17 Tahun 2012 dan mengembalikannya kepada UU 25 Tahun 1992. (Baca: MK Batalkan Undang-Undang Perkoperasian)

Revrisond menambahkan persoalan lebih lanjut yang terdapat dalam UU 17 Tahun 2012 adalah keanggotaan koperasi yang diskriminatif. Dengan sistem penanaman saham, keanggotaan koperasi menjadi tertutup untuk orang-orang yang memiliki modal. "Mestinya setiap konsumen koperasi, bisa jadi anggota koperasi, tentu secara terbuka dan sukarela," ia menjelaskan.

Tak hanya itu, kewenangan pengawas dalam kerja koperasi juga dianggap bisa mengintervensi pengelola koperasi. Sistem seperti ini mirip dengan sistem dalam perusahaan swasta. Revrisond khawatir akan ada permainan curang antara pengawas koperasi dengan para pemilik modal atau saham. "Koperasi akan kehilangan otonomi."

Kemarin MK mengabulkan gugatan judicial review atas sejumlah pasal Undang-Undang 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Dengan putusan tersebut, maka UU 17 Tahun 2012 dinyatakan tidak berlaku dan sementara untuk mengisi kevakuman, digunakan lagi UU 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

"Sistem ekonomi Indonesia bukan sistem yang sepenuhnya liberal," kata Ketua MK Hamdan Zoelva dalam pembacaan putusan pada sidang di MK pada Rabu, 28 Mei 2014. Sejumlah pasal yang digugat dianggap MK mengusung semangat kapitalisme yang tidak sesuai dengan prinsip koperasi.

Sebagai salah satu orang yang kuat menentang UU 17 Tahun 2012, Revrisond menegaskan agar pemerintah segera menyusun undang-undang perkoperasian yang baru yang tetap mengacu pada jati diri koperasi. Menurut Revrisond, koperasi harus bisa menjadi penggerak ekonomi yang setara dengan perusahaan swasta, bukan dikuasai oleh perusahaan swasta.

PUTRI ADITYOWATI


KOMENTAR:
Undang-undang merupakan aturan-aturan yang harus kita taati dan laksanakan demi kepentingan bersama. Undang-undang diciptakan untuk kesejahteraan rakyat maka dari itu penyusunan undang-undang tersebut haruslah sesuai dengan kondisi masyarakat kita dan juga harus sejalan dengan dasar negara kita Pancasila. Undang-undang perkoperasian adalah salah satu undang-undang yang penting untuk kesejahteraan rakyat.
Pandangan saya mengenai berita diatas, saya sangat setuju dengan apa yang dilakukan oleh penggugat undang-undang perkoperasian serta MK karena pada dasarnya semua undang-undang yang ada di negeri ini haruslah sesuai dengan dasar negara kita yaitu Pancasila. Asas yang terdapat di dalam sila Pancasila merupakan hal yang menjadi pertimbangan wajib atas semua peraturan yang ada di Indonesia. Jika banyak penggugat menilai undang-undang yang telah ada menjadikan koperasi berasaskan kapitalis maka hal ini harus dikaji dan ditinjau ulang untuk diperbaiki karena hal tersebut bertentangan dengan dasar negara kita Pancasila yang dibuat untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar